Kabilah-kabilah Menolak Muhammad Secara Kasar
ORANG-ORANG Quraisy tidak dapat memahami arti isra’, juga mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya seperti sudah disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya sudah sekian lama menjadi pengikutnya. Permusuhan Quraisy terhadap Muhammad dan terhadap kaum Muslimin makin keras juga, sehingga mereka sudah merasa sungguh kesal karenanya. Rasanya tak ada lagi harapan bagi Muhammad akan mendapat dukungan kabilah-kabilah sesudah ternyata Thaqif dari Ta’if menolaknya dengan cara yang tidak baik. Demikian juga kemudian kabilah-kabilah Kinda, Kalb, Banu ‘Amir dan Banu Hanifa semua menolaknya, ketika ia datang mengenalkan diri kepada mereka pada musim ziarah.
ORANG-ORANG Quraisy tidak dapat memahami arti isra’, juga mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya seperti sudah disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya sudah sekian lama menjadi pengikutnya. Permusuhan Quraisy terhadap Muhammad dan terhadap kaum Muslimin makin keras juga, sehingga mereka sudah merasa sungguh kesal karenanya. Rasanya tak ada lagi harapan bagi Muhammad akan mendapat dukungan kabilah-kabilah sesudah ternyata Thaqif dari Ta’if menolaknya dengan cara yang tidak baik. Demikian juga kemudian kabilah-kabilah Kinda, Kalb, Banu ‘Amir dan Banu Hanifa semua menolaknya, ketika ia datang mengenalkan diri kepada mereka pada musim ziarah.
Sesudah itu Muhammad merasa, bahwa tiada
seorangpun dari Quraisy itu nampaknya yang dapat diharapkan diajak kepada
kebenaran. Kabilah-kabilah lain di luar Quraisy yang berada di sekitar Mekah
dan yang datang berziarah ke tempat itu dari segenap penjuru daerah Arab,
melihat keadaannya yang dikucilkan itu dan melihat sikap permusuhan Quraisy
kepadanya demikian rupa, membuat setiap orang yang mendukungnya jadi memusuhi
mereka. Sekarang sikap Quraisy tambah keras pula menentangnya.
Meskipun Muhammad sudah merasa berbesar hati
karena adanya Hamzah dan ‘Umar, dan meskipun ia sudah yakin, bahwa Quraisy
tidak akan terlalu membahayakan melebihi yang sudah-sudah mengingat adanya
pertahanan pihak keluarganya dari Banu Hasyim dan Banu Abd’l-Muttalib, tapi ia
melihat -sampai pada waktu itu- bahwa risalah Tuhan itu akan terhenti hanya
pada suatu lingkaran pengikutnya saja. Mereka yang terdiri dari orang-orang
yang masih lemah dan sedikit sekali jumlahnya, hampir-hampir saja punah atau
tergoda meninggalkan agamanya kalau tidak segera datang kemenangan dan
pertolongan Tuhan. Hal ini berjalan cukup lama. Muhammad makin dikucilkan di
tengah-tengah keluarganya, kedengkian Quraisy juga bertambah besar.
Adakah pengasingan yang demikian ini telah
melemahkan jiwanya dan dapat mematahkan semangatnya? Sekali-kali tidak! Bahkan
kepercayaannya akan kebenaran yang datang dari Tuhan itu lebih luhur daripada
sekedar pertimbangan-pertimbangan yang akan dapat melemahkan jiwa biasa. Bagi
orang yang berjiwa luar biasa hal ini justru akan lebih memperkuat
kepercayaannya.
Dalam keadaan terasing itu – dengan sahabat-sahabat
di sekelilingnya – Muhammad yakin sekali Tuhan akan memberikan pertolongan
kepadanya dan agamanyapun akan mengatasi semua agama. Badai kedengkian tidak
sampai menggoyangkan hatinya. Bahkan tetap ia tinggal di Mekah selama beberapa
tahun. Tidak peduli ia harta Khadijah dan hartanya sendiri akan habis.
Keadaannya yang sangat miskin tidak sampai melemahkan hatinya. Jiwanya tak
pernah gandrung kepada apapun selain dari pertolongan Tuhan yang sudah pasti
akan diberikan kepadanya.
Apabila musim ziarah sudah tiba, orang-orang dari
segenap jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah, iapun mulai menemui
kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami kebenaran agama yang dibawanya
itu. Tidak peduli ia apakah kabilah-kabilah tidak mau menerima ajakannya, atau
akan mengusirnya secara kasar. Beberapa orang pandir dari Quraisy berusaha
menghasut ketika diketahui ia terus menyampaikan amanat Tuhan itu kepada orang
ramai. Mereka memperlakukannya dengan segala kejahatan. Tetapi semua itu tidak
mengubah ketenangan jiwanya dan ia yakin sekali akan hari esok. Allah Maha
Agung telah mengutusnya demi kebenaran. Sudah tentu Dialah Pembela dan
Pendukung kebenaran itu. Tuhan juga Yang telah mewahyukan kepadanya, supaya
dalam berdebat hendaknya dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya.
“Sehingga permusuhan antara engkau dengan dia itu
sudah seperti persahabatan yang erat sekali. (Qur’an, 41: 34) Dan supaya bicara
dengan mereka dengan lemah-lembut, kalau-kalau mereka mau sadar dan merasa
gentar. Jadi, tabahkanlah hati menghadapi siksaan mereka. Tuhan bersama mereka
yang tabah hati.
Tanda Kemenangan Dari Arah Yathrib
Tidak selang berapa tahun kemudian Muhammad menunggu tiba-tiba tampak tanda permulaan kemenangan itu datang dari arah Yathrib. Bagi Muhammad Yathrib mempunyai arti hubungan bukan hubungan dagang, tetapi suatu hubungan yang dekat sekali. Di tempat itu ada sebuah kuburan, dan sebelum wafat, sekali setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang famili-familinya, dari pihak Banu Najjar, ialah keluarga kakeknya Abd’l-Muttalib dari pihak ibu. Kuburan itu ialah makam ayahnya, Abdullah b. Abd’l-Muttalib. Ke makam inilah Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. Dulu Abd’l-Muttalib juga sebagai ayah yang kehilangan anak yang sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah. Ketika berusia enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya. Jadi bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu. Kemudian mereka berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di tengah perjalanan, sampai wafat. Lalu dikuburkan di Abwa’ – pertengahan jalan antara Yathrib dengan Mekah.
Tidak selang berapa tahun kemudian Muhammad menunggu tiba-tiba tampak tanda permulaan kemenangan itu datang dari arah Yathrib. Bagi Muhammad Yathrib mempunyai arti hubungan bukan hubungan dagang, tetapi suatu hubungan yang dekat sekali. Di tempat itu ada sebuah kuburan, dan sebelum wafat, sekali setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang famili-familinya, dari pihak Banu Najjar, ialah keluarga kakeknya Abd’l-Muttalib dari pihak ibu. Kuburan itu ialah makam ayahnya, Abdullah b. Abd’l-Muttalib. Ke makam inilah Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. Dulu Abd’l-Muttalib juga sebagai ayah yang kehilangan anak yang sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah. Ketika berusia enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya. Jadi bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu. Kemudian mereka berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di tengah perjalanan, sampai wafat. Lalu dikuburkan di Abwa’ – pertengahan jalan antara Yathrib dengan Mekah.
Jadi tidak heranlah apabila tanda-tanda
kemenangan bagi Muhammad itu dimulai dari jurusan sebuah kota yang mempunyai hubungan sedemikian rupa.
Ke arah ini jugalah dulu ia menghadap, tatkala dalam sembahyang itu al-Masjid’l-Aqsha
di Bait’l-Maqdis dijadikan kiblatnya, tempat sesepuhnya Musa dan Isa. Tidak
heran apabila nasib baik itu akan jatuh di Yathrib. Di tempat ini Muhammad akan
beroleh kemenangan, di tempat ini Islam akan beroleh kemenangan, di tempat ini
pula Islam akan memperoleh sukses dan berkembang.
Hubungan Yahudi dengan Aus dan Khazraj
Nasib baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak terjadi pada kota yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan Khazraj adalah penyembah berhala di Yathrib. Mereka saling bertetangga dengan orang-orang Yahudi. Sering pula timbul kebencian antara mereka itu dan dari kebencian ini sampai timbul pula peperangan.
Nasib baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak terjadi pada kota yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan Khazraj adalah penyembah berhala di Yathrib. Mereka saling bertetangga dengan orang-orang Yahudi. Sering pula timbul kebencian antara mereka itu dan dari kebencian ini sampai timbul pula peperangan.
Sejarah memperlihatkan bahwa orang-orang Masehi
di Syam, yang berada di bawah pengaruh Rumawi Timur (Bizantium) sangat membenci
orang-orang Yahudi, sebab mereka percaya bahwa mereka inilah yang telah
menyiksa dan menyalib Isa al-Masih. Mereka menyerbu Yathrib guna memerangi
orang-orang Yahudi. Akan tetapi karena tidak berhasil mereka lalu membujuk dan
meminta bantuan Aus dan Khazraj. Tidak sedikit jumlah orang-orang Yahudi itu
kemudian yang mereka bunuh. Dengan demikian kedudukan orang-orang Yahudi
sebagai yang dipertuan dijatuhkan, dan orang-orang Arab kabilah Aus dan Khazraj
yang tadinya terbatas hanya sebagai kuli telah dinaikkan. Sesudah itu
orang-orang Arab itu berusaha lagi akan menghantam orang-orang Yahudi supaya
kekuasaan mereka atas kota yang makmur dan subur dengan pertanian dan air itu
lebih besar lagi. Siasat mereka ini berhasil baik sekali.
Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian menyadari
akan bencana yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan kebencian pihak
Yahudi Yathrib terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam, Aus dan Khazrajpun
demikian juga terhadap Yahudi.
Sekarang pengikut-pengikut Musa ini melihat,
bahwa pertempuran yang dilawan dengan pertempuran berarti akan menghabiskan
mereka sama sekali, apalagi kalau Aus dan Khazraj sampai bersahabat baik1
dengan orang-orang Arab, yang seagama dengan Ahli Kitab. Maka dalam siasat
mereka, mereka menempuh suatu cara bukan mencari kemenangan dalam pertempuran,
melainkan dengan menggunakan siasat memecah-belah. Mereka melakukan intrik di
kalangan Aus dengan Khazraj, menyebarkan provokasi permusuhan dan kebencian di
kalangan mereka, supaya masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling
bertempur.
Dengan demikian selamatlah propaganda mereka itu.
Mereka sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka. Kekuasaan
mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali, termasuk rumah-rumah dan
harta tidak bergerak lainnya.
Di samping konflik karena berebut kedaulatan dan
kekuasaan dalam hidup bertetangga Yahudi-Arab Yathrib itu, masih ada pengaruh
lain yang lebih dalam pada pihak Aus dan Khazraj melebihi penduduk jazirah Arab
yang manapun juga – yaitu dalam arti pengaruh rohani.
Beberapa Orang Yathrib Masuk Islam
Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur monotheisma sangat mencela tetangga-tetangga mereka yang terdiri dari kaum pagan dengan penyembah berhala sebagai pendekatan kepada Tuhan.
Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur monotheisma sangat mencela tetangga-tetangga mereka yang terdiri dari kaum pagan dengan penyembah berhala sebagai pendekatan kepada Tuhan.
Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada seorang
nabi yang akan menghabiskan mereka dan mendukung Yahudi. Tetapi propaganda ini
tidak sampai membuat orang-orang Arab itu mau menganut agama Yahudi. Soalnya
karena dua sebab: pertama karena selalu ada perang antara kaum Nasrani dan kaum
Yahudi, yang lalu membuat Yahudi Yathrib hanya hidup cari selamat, yang berarti
akan menjamin lancarnya perdagangan mereka. Kedua, orang-orang Yahudi
beranggapan, bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, dan mereka tidak mau ada
bangsa lain memegang kedudukan ini. Di samping itu mereka memang tidak pernah
mengajak orang lain menganut agamanya dan merekapun tidak pula keluar dari
lingkungan Keluarga Israil. Atas dasar ke dua sebab tersebut, hubungan tetangga
dan hubungan dagang antara Yahudi dengan Arab -Aus dan Khazraj – membuat lebih
banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah agama lainnya di
banding dengan golongan Arab yang lain. Ini menunjukkan bahwa tak ada suatu
golongan dari kalangan Arab yang dapat menerima ajakan Muhammad dalam arti
spiritual seperti yang dilakukan oleh penduduk Yathrib itu.
Suwaid bin’sh-Shamit adalah seorang bangsawan
terkemuka di Yathrib. Karena ketabahannya, pengetahuannya, kebangsawanan dan
keturunannya, masyarakatnya sendiri menamakannya al-Ramil (yang sempurna). Pada
waktu membicarakan ini Suwaid sedang berada di Mekah berziarah. Muhammad lalu
menemuinya dan diajaknya ia mengenal Tuhan dan menganut Islam.
“Barangkali yang ada padamu itu sama dengan yang
ada padaku,” kata Suwaid.
“Apa yang ada padamu?” tanya Muhammad.
“Kata-kata mutiara oleh Luqman.”
Lalu Muhammad minta supaya hal itu dikemukakan.
“Memang itu kata-kata yang baik,” kata Muhammad setelah oleh Suwaid dikemukakan. “Tapi yang ada padaku lebih utama tentunya, yaitu Qur’an sebagai bimbingan dan cahaya.”
“Memang itu kata-kata yang baik,” kata Muhammad setelah oleh Suwaid dikemukakan. “Tapi yang ada padaku lebih utama tentunya, yaitu Qur’an sebagai bimbingan dan cahaya.”
Lalu dibacakannya ayat-ayat Qur’an itu kepadanya
disertai ajakan agar ia sudi menerima Islam. Gembira sekali Suwaid mendengar
ini.
“Memang baik sekali ini,” katanya. Lalu ia pergi
hendak memikirkan hal tersebut. Ada sementara orang yang berkata ketika ia
dibunuh oleh Khazraj, bahwa ia mati sebagai Muslim.
Peristiwa Suwaid b. Shamit ini bukan contoh
satu-satunya yang menunjukkan adanya pengaruh Yahudi dan Arab di Yathrib yang
bertetangga itu, dari segi rohani.
Keadaan Aus dan Khazraj yang begitu bermusuhan
sebagai akibat provokasi pihak Yahudi seperti yang sudah kita ketahui, satu
sama lain mencari sekutu di kalangan kabilah-kabilah Arab untuk memerangi
lawannya. Dalam hal ini kedatangan Abu’l Haisar Ans b. Rafi’ ke Mekah disertai
pemuda-pemuda dari Banu Abd’l-Asyhal – termasuk Iyas b. Mu’adh – adalah dalam
rangka mencari persekutuan dengan pihak Quraisy dan golongannya sendiri dari
pihak Khazraj. Muhammad mengetahui hal ini. Ditemuinya mereka itu, dan
diperkenalkannya Islam kepada mereka. Lalu dibacanya ayat-ayat Qur’an kepada
mereka.
Pada waktu itu, Iyas b.Mu’adh sebagai pemuda
remaja mengatakan: “Kawan-kawan, ini adalah lebih baik daripada apa yang ada
pada kita semua.”
Perang Bu’ath
Mereka kemudian kembali pulang ke Yathrib. Tak ada yang masuk Islam di antara mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang sibuk mencari sekutu sebagai suatu persiapan karena adanya insiden Bu’ath yang telah melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam api perang saudara itu, tidak lama sesudah Abu’l Haisar dan rombongannya kembali dari Mekah. Akan tetapi kata-kata Muhammad ‘alaihissalam telah meninggalkan bekas yang dalam ke dalam jiwa mereka setelah terjadinya insiden itu, yang lalu membuat Aus dan Khazraj menantikan Muhammad sebagai Nabi, sebagai Rasul, sebagai wakil dan pemuka mereka.
Mereka kemudian kembali pulang ke Yathrib. Tak ada yang masuk Islam di antara mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang sibuk mencari sekutu sebagai suatu persiapan karena adanya insiden Bu’ath yang telah melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam api perang saudara itu, tidak lama sesudah Abu’l Haisar dan rombongannya kembali dari Mekah. Akan tetapi kata-kata Muhammad ‘alaihissalam telah meninggalkan bekas yang dalam ke dalam jiwa mereka setelah terjadinya insiden itu, yang lalu membuat Aus dan Khazraj menantikan Muhammad sebagai Nabi, sebagai Rasul, sebagai wakil dan pemuka mereka.
Memang, terjadinya insiden Bu’ath itu tidak lama
sesudah Abu’l-Haisar kembali ke Yathrib. Pada waktu itulah pertempuran sengit
antara Aus dan Khazraj terjadi, yang membawa akibat timbulnya permusuhan yang
berakar dalam sekali. Setiap golongan lalu bertanya-tanya kalau-kalau mereka
itu yang menang: akan tetapkah mereka dengan kawan-kawan mereka itu, ataukah
akan dikikis habis. Abu Usaid Hudzair sebagai pemuka Aus, sangat dendam sekali
kepada Khazraj.
Tatkala pertempuran sudah dimulai, pihak Aus
mengalami suatu kekacauan. Mereka lari tunggang-langgang ke arah Najd, yang
oleh pihak Khazraj lalu diejek. Hudzair yang mendengarkan ejekan itu menetakkan
ujung lembingnya ke pahanya; lalu turun dengan mengatakan:
“Sungguh luar biasa! Tidak akan tinggal diam
sebelum aku mati terbunuh. Wahai masyarakat Aus, kalau kamu mau menyerahkan
aku, lakukanlah!”
Pihak Aus sekarang mau bertempur lagi. Pengalaman
pahit yang telah menimpa mereka menyebabkan mereka kini berjuang mati-matian.
Khazraj dapat mereka hancurkan. Rumah-rumah dan kebun kurma Khazraj oleh Aus
dibakar. Kemudian Sa’d b. Mu’adh al-Asyhadi bertindak melindungi Khazraj.
Sementara itu Hudzair bermaksud akan mendatangi rumah demi rumah, membunuhi
satu-satu mereka sampai tak ada yang hidup lagi, kalau tidak segera Abu Qais
ibn’l-Aslat kemudian datang mencegahnya guna menjaga solidaritas kepercayaan
mereka. “Bertetangga dengan mereka lebih baik daripada bertetangga dengan
rubah.”
Sejak itu orang-orang Yahudi dapat mengembalikan
kedudukannya di Yathrib. Baik yang menang maupun yang kalah dari kalangan Aus
dan Khazraj sama-sama berpendapat tentang akibat buruk yang telah mereka
lakukan itu. Hal ini yang sekarang terpikir oleh mereka, dan mereka sudah
mempertimbangkan pula akan mengangkat seorang raja atas mereka itu. Untuk itu
mereka lalu memilih Abdullah b. Muhammad dari pihak Khazraj yang sudah kalah,
mengingat kedudukan dan pandangannya yang baik. Akan tetapi karena perkembangan
situasi yang begitu pesat, keinginan mereka itu tidak sampai terlaksana. Soalnya
ialah karena ada beberapa orang dari Khazraj pergi ke Mekah pada musim ziarah.
Di tempat ini Muhammad menemui mereka dan
menanyakan keadaan mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah
kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi di Yathrib
mengatakan apabila mereka saling berselisih.
“Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang
sudah dekat waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan
memerangi kamu seperti dalam perang ‘Ad dan Iram.”
Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya
mereka bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling
berpandang-pandangan.
“Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan
orang-orang Yahudi kepada kita,” kata mereka. “Jangan sampai mereka mendahului
kita.”
Seruan Muhammad mereka sambut dengan baik dan
menyatakan diri mereka masuk Islam. Lalu kata mereka:
“Kami telah meninggalkan golongan kami – yakni
Aus dan Khazraj – dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan saling
mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka dengan tuan. Bila mereka
itu sudah dapat dipertemukan dengan tuan, maka tak adalah orang yang lebih
mulia dari tuan.”
Ikrar2 ‘Aqaba yang Pertama
Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara mereka itu dari Banu’n-Najjar, keluarga Abd’l-Muttalib dari pihak ibu – kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil. Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun, baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Muhammad ‘alaihissalam.
Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara mereka itu dari Banu’n-Najjar, keluarga Abd’l-Muttalib dari pihak ibu – kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil. Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun, baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Muhammad ‘alaihissalam.
Tiba giliran tahun berikutnya, bulan-bulan
sucipun datang lagi bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke tempat itu
datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini bertemu dengan Nabi di
‘Aqaba. Di tempat inilah mereka menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi
(yang kemudian dikenal dengan nama) Ikrar ‘Aqaba pertama. Mereka berikrar
kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak
membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depannya atau di
belakang. Jangan menolak berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia
mendapat pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada
Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa.
Mush’ab b. ‘Umair
Dalam hal ini Muhammad menugaskan kepada Mush’ab bin ‘Umair supaya membacakan Qur’an kepada mereka, mengajarkan Islam serta seluk-beluk hukum agama.
Mush’ab b. ‘Umair
Dalam hal ini Muhammad menugaskan kepada Mush’ab bin ‘Umair supaya membacakan Qur’an kepada mereka, mengajarkan Islam serta seluk-beluk hukum agama.
Setelah adanya ikrar ini Islam makin tersebar di
Yathrib. Mush’ab bertugas memberikan pelajaran agama di kalangan Muslimin Aus
dan Khazraj. Gembira sekali ia melihat kaum Anshar itu makin teguh
kepercayaannya kepada Allah dan kepada kebenaran. Menjelang bulan-bulan suci
akan tiba, ia datang lagi ke Mekah dan kepada Muhammad diceritakannya keadaan
Muslimin di Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan mereka, dan bahwa pada
musim haji tahun ini mereka akan datang lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih
besar dengan iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat.
Berita-berita yang disampaikan oleh Mush’ab ini
membuat Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di Yathrib kini
makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat juga. Dari orang-orang Yahudi
dan orang-orang musyrik mereka tidak mendapat gangguan seperti yang dialami
oleh kawan-kawannya di Mekah karena gangguan Quraisy. Di samping itu Yathrib
lebih makmur daripada Mekah – ada pertanian, ada kebun kurma, ada anggur.
Bukankah lebih baik sekali apabila Muslimin Mekah itu hijrah saja ke tempat
saudara-saudara mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas
dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.
Orang-orang Islam dari Yathrib
Selama Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan orang-orang dari Yathrib, mereka yang mula-mula masuk Islam itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu. Iapun sadar bahwa ia lebih lemah dari mereka. Kalaupun Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib melindunginya dari penganiayaan, mereka tidak akan membelanya dalam melakukan penganiayaan. Dan mereka yang sudah menjadi pengikutnya juga takkan dapat melindungi diri dari penganiayaan Quraisy dan segala macam -kejahatannya.
Selama Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan orang-orang dari Yathrib, mereka yang mula-mula masuk Islam itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu. Iapun sadar bahwa ia lebih lemah dari mereka. Kalaupun Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib melindunginya dari penganiayaan, mereka tidak akan membelanya dalam melakukan penganiayaan. Dan mereka yang sudah menjadi pengikutnya juga takkan dapat melindungi diri dari penganiayaan Quraisy dan segala macam -kejahatannya.
Ikrar ‘Aqaba yang Kedua
Tahun ini – 622 M – jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh tiga pria dan dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini, terpikir oleh Muhammad akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak terbatas hanya pada seruan kepada Islam seperti selama ini, yang selama tigabelas tahun ini terus-menerus dilakukannya, dengan lemah-lembut, dengan segala kesabaran menang gung pelbagai macam pengorbanan dan kesakitan – melainkan kini lebih jauh lagi dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi suatu pakta persekutuan, yang dengan demikian kaum Muslimin dapat mempertahankan diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan dengan serangan. Muhammad lalu mengadakan pertemuan rahasia dengan pemimpin-pemimpin mereka.
Tahun ini – 622 M – jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh tiga pria dan dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini, terpikir oleh Muhammad akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak terbatas hanya pada seruan kepada Islam seperti selama ini, yang selama tigabelas tahun ini terus-menerus dilakukannya, dengan lemah-lembut, dengan segala kesabaran menang gung pelbagai macam pengorbanan dan kesakitan – melainkan kini lebih jauh lagi dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi suatu pakta persekutuan, yang dengan demikian kaum Muslimin dapat mempertahankan diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan dengan serangan. Muhammad lalu mengadakan pertemuan rahasia dengan pemimpin-pemimpin mereka.
Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya
pertemuan itu akan diadakan di ‘Aqaba pada tengah malam pada hari-hari
Tasyriq3. Peristiwa ini oleh Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari kaum
musyrik yang datang bersama-sama mereka. Menunggu sampai lewat sepertiga malam
dari janji mereka dengan Nabi, mereka keluar meninggalkan kemah, pergi
mengendap-endap seperti burung ayam-ayam, sembunyi-sembunyi jangan sampai
rahasia itu terbongkar.
Sesampai mereka di gunung ‘Aqaba, mereka semua
memanjati lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua wanita itu. Mereka
tinggal di tempat ini menunggu kedatangan Rasul.
Kemudian Muhammad pun datang, bersama pamannya
‘Abbas b. Abd’l-Muttalib – yang pada waktu itu masih menganut kepercayaan
golongannya sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu ia sudah mengetahui dari
kemenakannya ini akan adanya suatu pakta persekutuan; dan adakalanya hal ini
dapat mengakibatkan perang. Disebutkan juga, bahwa dia sudah mengadakan
perjanjian dengan Keluarga Muttalib dan Keluarga Hasyim untuk melindungi
Muhammad. Maka dimintanya ketegasan kemanakannya itu dan ketegasan golongannya
sendiri, supaya jangan kelak timbul bencana yang akan menimpa Keluarga Hasyim
dan Keluarga Muttalib, dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib itu akan
kehilangan pembela. Atas dasar itulah, maka ‘Abbas yang pertama kali bicara.
“Saudara-saudara dari Khazraj!” kata ‘Abbas.
“Posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami
dan mereka yang sepaham dengan kami telah melindunginya dari gangguan
masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan
masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Tetapi dia ingin
bergabung dengan tuan-tuan juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat
menepati janji seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu dan dapat
melindunginya dari mereka yang menentangnya, maka silakanlah tuan-tuan
laksanakan. Akan tetapi, kalau tuan-tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya
terlantar sesudah berada di tempat tuan-tuan, maka dari sekarang lebih baik
tinggalkan sajalah.”
Setelah mendengar keterangan ‘Abbas pihak Yathrib
menjawab: “Sudah kami dengar apa yang tuan katakan. Sekarang silakan Rasulullah
bicara. Kemukakanlah apa yang tuan senangi dan disenangi Tuhan.”
Setelah membacakan ayat-ayat Qur’an dan memberi
semangat Islam, Muhammad menjawab:
“Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya
seperti membela isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri.”
Ketika itu Al-Bara’ b. Ma’rur hadir. Dia seorang pemimpin
masyarakat dan yang tertua di antara mereka. Sejak ikrar ‘Aqaba pertama ia
sudah Islam, dan menjalankan semua kewajiban agama, kecuali dalam sembahyang ia
berkiblat ke Ka’bah, sedang Muhammad dan seluruh kaum Muslimin waktu itu masih
berkiblat ke al-Masjid’l-Aqsha. Oleh karena ia berselisih pendapat dengan
masyarakatnya sendiri, begitu mereka sampai di Mekah segera mereka minta
pertimbangan Nabi. Muhammad melarang Al-Bara’ berkiblat ke Ka’bah.
Setelah tadi Muhammad minta kepada Muslimin
Yathrib supaya membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak mereka
sendiri, Al-Bara’ segera mengulurkan tangan menyatakan ikrarnya seraya berkata:
“Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli
bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami.”
Tetapi sebelum Al-Bara’ selesai bicara,
Abu’l-Haitham ibn’t-Tayyihan datang menyela:
“Rasulullah, kami dengan orang-orang itu – yakni orang-orang Yahudi – terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak Tuhan memberikan kemenangan kepada tuan, tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?”
“Rasulullah, kami dengan orang-orang itu – yakni orang-orang Yahudi – terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak Tuhan memberikan kemenangan kepada tuan, tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?”
Muhammad tersenyum, dan katanya: “Tidak, saya
sehidup semati dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah
tuan-tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan perangi, dan saya akan
berdamai dengan siapa saja yang tuan-tuan ajak berdamai.”
Tatkala mereka siap akan mengadakan ikrar itu,
‘Abbas b. ‘Ubada datang menyela dengan mengatakan: “Saudara-saudara dari
Khazraj. Untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan
ikrar dengan dia tidak melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah4
melawan orang-orang itu5. Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda
tuan-tuan habis binasa dan pemuka-pemuka tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan
akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka (lebih baik) dari sekarang tinggalkan
saja dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan lakukan, ini adalah suatu perbuatan
hina dunia akhirat. Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji
seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu, sekalipun harta-benda tuan-tuan
akan habis dan bangsawan-bangsawan akan mati terbunuh, maka silakan saja
tuan-tuan terima dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia akhirat.”
Orang ramai itu menjawab:
“Akan kami terima, sekalipun harta-benda kami
habis, bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi, Rasulullah, kalau dapat kami
tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?”
“Surga,” jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.
Mereka lalu mengulurkan tangan dan dia juga
membentangkan tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.
Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:
“Pilihkan dua belas orang pemimpin dari kalangan
tuan-tuan yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya.”
Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj
dan tiga orang dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:
“Tuan-tuan adalah penanggung-jawab masyarakat
tuan-tuan seperti pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam.
Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab.”
Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:
“Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka
dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di
mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun atas jalan Allah
ini.”
Peristiwa ini selesai pada tengah malam di celah
gunung ‘Aqaba, jauh dari masyarakat ramai, atas dasar kepercayaan, bahwa hanya
Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi, begitu peristiwa itu
selesai, tiba-tiba mereka mendengar ada suara berteriak yang ditujukan kepada
Quraisy: “Muhammad dan orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah berkumpul
akan memerangi kamu!”
Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar
untuk urusannya sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan melalui
pendengarannya yang selintas, ia lalu bermaksud hendak mengacaukan rencana itu
dan mau menanamkan kegelisahan dalam hati mereka, bahwa rencana mereka malam
itu diketahui. Akan tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji mereka. Bahkan
‘Abbas b. ‘Ubada – setelah mendengar suara si mata-mata itu – berkata kepada
Muhammad:
“Demi Allah Yang telah mengutus tuan atas dasar
kebenaran, kalau sekiranya tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami
habiskan dengan pedang kami.”
Ketika itu Muhammad menjawab:
“Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah
ke kemah tuan-tuan.”
Merekapun kembali ke tempat mereka bermalam, lalu
tidur. Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.
Beritanya di Kalangan Quraisy
Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Khazraj di tempatnya masing-masing. Mereka menyesalkan Khazraj dan mengatakan, bahwa mereka tidak ingin berperang dengan Khazraj. Tetapi kenapa mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika itu juga orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali. Sedang Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy lagaknya akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama dengan mereka itu.
Beritanya di Kalangan Quraisy
Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Khazraj di tempatnya masing-masing. Mereka menyesalkan Khazraj dan mengatakan, bahwa mereka tidak ingin berperang dengan Khazraj. Tetapi kenapa mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika itu juga orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali. Sedang Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy lagaknya akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama dengan mereka itu.
Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan
atau meniadakan berita tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau
dapat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Sementara itu orang-orang Yathrib
sudah mengangkat perbekalan mereka dan kembali menuju negeri mereka sebelum
pihak Quraisy mengetahui benar apa yang mereka lakukan itu.
Setelah kemudian Quraisy mengetahui, bahwa berita
itu memang benar, mereka berangkat mencari orang-orang Yathrib itu. Tetapi sudah
tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain Sa’d b. ‘Ubada, yang lalu
diambil dan dibawanya ke Mekah. Ia disiksa. Tetapi kemudian Jubair b. Mut’im b.
‘Adi dan al-Harith b. Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini pernah menolong
mereka ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke Syam lewat Yathrib.
Kalau begitu kekuatiran Quraisy kiranya tidak
berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang telah ikrar
kepada Muhammad akan memerangi mereka itu. Mereka telah mengenalnya selama tigabelas
tahun terus-menerus, sejak permulaan kenabiannya. Mereka sudah berusaha
mati-matian melancarkan perang pasif itu kepadanya, dan masing-masing sudah
pula menghadapinya. Mereka mengetahui itu adalah karena keyakinannya kepada
Tuhan, karena teguhnya ia berpegang pada ajaran yang benar. Ia sudah tak dapat
dilunakkan dan tak dapat pula dibujuk. Ia tak pernah gentar menghadapi
gangguan, menghadapi siksaan, menghadapi pembunuhan. Sesudah ia dan
pengikut-pengikutnya disakiti dengan pelbagai macam gangguan, sesudah ia
dikepung di celah-celah bukit, seluruh penduduk Mekah diteror dengan
bermacam-macam ketakutan supaya jangan jadi pengikutnya, terbayang oleh Quraisy
bahwa mereka sudah hampir mengalahkannya, kegiatannya hanya akan terbatas dalam
lingkaran sempit pengikut-pengikutnya yang masih berpegang pada agama itu saja.
Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama lagi sudah akan jemu dalam pengasingan,
dan akan kembali tunduk menyerah di bawah kekuasaan mereka.
Tetapi sekarang, dengan adanya perjanjian
persekutuan baru ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka didepan Muhammad
dan pengikut-pengikutnya. Setidak-tidaknya harapan kebebasan menyebarkan agama,
serta menyerang berhala-berhala dan penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang
akan terjadi kelak terhadap masyarakat seluruh jazirah Arab itu, bila sudah
mendapat bantuan Yathrib berikut Aus dan Khazrajnya, dan sesudah mendapat
perlindungan dari serangan musuh, disertai adanya kebebasan melakukan upacara
agama serta mengajak pihak lain turut bergabung. Kalau Quraisy tidak dapat
mengikis gerakan ini di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran mereka
pada hari kemudiannya tetap selalu membayang, dan kemenangan Muhammad terhadap
mereka masih tetap menggelisahkan mereka.
Oleh karena itu sungguh-sungguh mereka memikirkan
apa yang harus mereka lakukan guna menggagalkan usaha Muhammad itu, serta
menghancurkan gerakan barunya. Demikian juga dia sendiri tidak kurang dari
Quraisy dalam memikirkan hal ini. Pintu yang telah dibukakan Tuhan di
hadapannya itu ialah pintu kehormatan bagi agama Allah, pintu yang akan memberi
tempat pada arti kebenaran. Perjuangan yang sekarang berkecamuk antara dia
dengan pihak Quraisy, adalah suatu peristiwa yang paling hebat terjadi sejak
masa kerasulannya, yakni suatu perjuangan hidup atau mati bagi kedua belah
pihak. Sudah tentu, kemenangan itu ada pada pihak yang benar. Keputusannya
sudah bulat. Bolehlah ia minta pertolongan Tuhan. Biarlah, segala tipu-daya
yang sudah dilakukan Quraisy itu akan bersifat lebih menghina mereka sendiri
melebihi yang sudah-sudah. Ia akan terus maju, tapi dengan sikap bijaksana,
tenang dan hati-hati. Masalahnya adalah masalah kecekatan politik dan
kecerdikan seorang pemimpin yang saksama.
Muhammad Mengijinkan Muslimin Mekah Hijrah ke
Yathrib
Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke Yathrib. Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka terpencar-pencar, supaya jangan sampai menimbulkan kepanikan pihak Quraisy terhadap mereka.
Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke Yathrib. Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka terpencar-pencar, supaya jangan sampai menimbulkan kepanikan pihak Quraisy terhadap mereka.
Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara
sendiri-sendiri atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal itu rupanya sudah
diketahui oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak, berusaha mengembalikan
yang masih dapat dikembalikan itu ke Mekah untuk kemudian dibujuk supaya
kembali kepada kepercayaan mereka, kalau tidak akan disiksa dan dianiaya.
Sampai-sampai tindakan itu ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri;
kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak dibolehkan pergi ikut suami. Yang
tidak menurut, isterinya yang masih dapat mereka kurung, dikurung.
Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih
dari itu. Mereka kuatir akan pecah perang saudara antar-kabilah jika mereka
mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu.
Berturut-turut kaum Muslimin hijrah ke Yathrib,
sedang Muhammad tetap berada di posnya. Tak ada orang yang mengetahui, dia akan
tetap tinggal di tempatnya itu atau sudah mengambil keputusan akan hijrah juga.
Dahulu juga mereka tidak mengetahui, ketika sahabat-sahabatnya diijinkan hijrah
ke Abisinia, sedang dia sendiri tetap di Mekah menyerukan anggota-anggota
keluarganya yang lain ke dalam Islam. Bahkan Abu Bakrpun, ketika minta ijin
akan turut hijrah ke Yathrib, ia hanya berkata: “Jangan tergesa-gesa;
kalau-kalau Tuhan menyertakan seorang kawan.” Dan tidak lebih dari itu.
Sungguhpun begitu pihak Quraisy sendiri sudah
seribu kali memperhitungkan hijrah Nabi ke Yahtrib itu. Jumlah kaum Muslimin di
sana sudah begitu banyak sehingga hampir-hampir mereka itu menjadi pihak yang
menentukan. Sekarang datang pula mereka yang hijrah dari Mekah menggabungkan
diri, sehingga mereka jadi bertambah kuat juga adanya. Dalam pada itu, apabila
Muhammad – orang yang sudah mereka kenal berpendirian teguh dengan pendapatnya
yang tepat dan berpandangan jauh – sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir
penduduk Yathrib itu kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur
perjalanan perdagangan mereka ke Syam atau akan membuat mereka mati kelaparan
seperti yang pernah mereka lakukan dulu terhadap Muhammad dan
sahabat-sahabatnya tatkala mereka membuat piagam pemboikotan dan memaksa mereka
tinggal di celah-celah gunung selama tigapuluh bulan.
Komplotan Quraisy Mau Membunuh Muhammad
Apabila Muhammad masih tinggal di Mekah dan berusaha akan meninggalkan tempat itu, maka mereka masih merasa terancam oleh adanya tindakan pihak Yathrib dalam membela Nabi dan Rasul. Jadi tak ada jalan keluar bagi mereka selain dengan membunuhya. Dengan begitu mereka lepas dari malapetaka yang terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib akan menuntut balas. Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana yang sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.
Apabila Muhammad masih tinggal di Mekah dan berusaha akan meninggalkan tempat itu, maka mereka masih merasa terancam oleh adanya tindakan pihak Yathrib dalam membela Nabi dan Rasul. Jadi tak ada jalan keluar bagi mereka selain dengan membunuhya. Dengan begitu mereka lepas dari malapetaka yang terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib akan menuntut balas. Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana yang sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.
Sekarang mereka mengadakan pertemuan di
Dar’n-Nadwa membahas semua persoalan itu serta cara-cara pencegahannya. Salah
seorang dari mereka mengusulkan:
“Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup
pintunya rapat-rapat kemudian awasi biar dia mengalami nasib seperti
penyair-penyair semacamnya sebelum dia; seperti Zuhair dan Nabigha.”
Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.
“Kita keluarkan dia dari lingkungan kita, kita
buang dari negeri kita. Sesudah itu tidak perlu kita pedulikan lagi urusannya,”
demikian terdengar suara yang lain. Tetapi mereka kuatir ia akan terus menyusul
ke Medinah dan apa yang mereka takuti justru akan menimpa mereka.
Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap kabilah
akan diambil seorang pemuda yang tegap, dan setiap pemuda itu akan
dipersenjatai dengan sebilah pedang yang tajam, yang secara bersama-sama
sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya dapat dipencarkan
antar-kabilah. Dengan demikian Banu ‘Abd Manaf takkan dapat memerangi mereka
semua. Mereka akan menebus darah itu kemudian dengan harta. Maka terlepaslah
Quraisy dan orang yang membuat porak-poranda dan mencerai-beraikan
kabilah-kabilah mereka itu.
Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup
puas. Mereka mengadakan seleksi di kalangan pemuda-pemuda mereka. Mereka
menganggap bahwa soal Muhammad akan sudah selesai. Beberapa hari lagi ia akan
terkubur habis ke dalam tanah, bersama ajarannya, dan mereka yang sudah hijrah
ke Yathrib akan kembali ke tengah-tengah masyarakat, akan kembali kepada
kepercayaan dan kepada dewa-dewa mereka. Quraisy dan negeri Arab yang sudah
dipecah-belah, kedudukannya yang sudah mulai lemah, dengan demikian akan kembali
bersatu.
Catatan kaki:
[1] Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa berlaku dalam tradisi masyarakat Arab pada masa itu. Halif (jamak hulafa’), yakni pihak yang mengadakan persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
[2] Bai’at’l-’Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan dan sumpah setia yang diadakan di bukit ‘Aqaba (A).
[3] Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
[4] Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang (A).
[5] Yakni Quraisy (A).
[1] Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa berlaku dalam tradisi masyarakat Arab pada masa itu. Halif (jamak hulafa’), yakni pihak yang mengadakan persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
[2] Bai’at’l-’Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan dan sumpah setia yang diadakan di bukit ‘Aqaba (A).
[3] Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
[4] Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang (A).
[5] Yakni Quraisy (A).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar