Perintah Hijrah
RENCANA Quraisy akan membunuh Muhammad pada malam
hari, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah dan memperkuat diri di sana serta segala bencana
yang mungkin menimpa Mekah dan menimpa perdagangan mereka dengan Syam sebagai
akibatnya, beritanya sudah sampai kepada Muhammad. Memang tak ada orang yang
menyangsikan, bahwa Muhammad akan menggunakan kesempatan itu untuk hijrah. Akan
tetapi, karena begitu kuat ia dapat menyimpan rahasia itu, sehingga tiada
seorangpun yang mengetahui, juga Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan dua
ekor unta kendaraan tatkala ia meminta ijin kepada Nabi akan hijrah, yang lalu
ditangguhkan, hanya sedikit mengetahui soalnya. Muhammad sendiri memang masih
tinggal di Mekah ketika ia sudah mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum
Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Dalam ia
menantikan perintah Tuhan yang akan mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika
itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah
mengijinkan ia hijrah. Dimintanya Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya
itu, yang lalu diterima baik oleh Abu Bakr.
Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang
dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh
bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum itu Abu Bakr memang sudah
menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b.
Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah
siap-siap akan meninggalkan Mekah mereka sudah yakin sekali, bahwa Quraisy
pasti akan membuntuti mereka. Oleh karena itu Muhammad memutuskan akan menempuh
jalan lain dari yang biasa, Juga akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.
Ali di Tempat Tidur Nabi
Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikuatirkan ia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan merekapun puas bahwa dia belum lari.
Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikuatirkan ia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan merekapun puas bahwa dia belum lari.
Di Gua Thaur
Tetapi, menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Muhammad sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di luar dugaan.
Tetapi, menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Muhammad sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di luar dugaan.
Tiada seorang yang mengetahui tempat
persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah b. Abu Bakr, dan kedua orang
puterinya Aisyah dan Asma, serta pembantu mereka ‘Amir b. Fuhaira. Tugas
Abdullah hari-hari berada di tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan
permufakatan mereka terhadap Muhammad, yang pada malam harinya kemudian
disampaikannya kepada Nabi dan kepada ayahnya. Sedang ‘Amir tugasnya
menggembalakan kambing Abu Bakr’ sorenya diistirahatkan, kemudian mereka
memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah b. Abi Bakr keluar kembali
dari tempat mereka, datang ‘Amir mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus
jejaknya.
Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga
hari. Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa
mengenal lelah. Betapa tidak. Mereka melihat bahaya sangat mengancam mereka
kalau mereka tidak berhasil menyusul Muhammad dan mencegahnya berhubungan
dengan pihak Yathrib. Selama kedua orang itu berada dalam gua, tiada hentinya
Muhammad menyebut nama Allah. KepadaNya ia menyerahkan nasibnya itu dan memang
kepadaNya pula segala persoalan akan kembali. Dalam pada itu Abu Bakr memasang
telinga. Ia ingin mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak
mereka itu sudah berhasil juga.
Kemudian pemuda-pemuda Quraisy – yang dari setiap
kelompok di ambil seorang itu – datang. Mereka membawa pedang dan tongkat
sambil mundar-mandir mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Thaur itu
mereka bertemu dengan seorang gembala, yang lalu ditanya.
“Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya
tidak melihat ada orang yang menuju ke sana.”
Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr
keringatan. Kuatir ia, mereka akan menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas
tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Tuhan. Lalu orang-orang
Quraisy datang menaiki gua itu, tapi kemudian ada yang turun lagi.
“Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya
kawan-kawannya.
“Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang
sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. “Saya melihat ada dua ekor
burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di
sana.”
Muhammad makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu
Bakr juga makin ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad
berbisik di telinganya:
“Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita.”
Dalam buku-buku hadis ada juga sumber yang
menyebutkan, bahwa setelah terasa oleh Abu Bakr bahwa mereka yang mencari itu
sudah mendekat ia berkata dengan berbisik:
“Kalau mereka ada yang menengok ke bawah pasti
akan melihat kita.”
“Abu Bakr, kalau kau menduga bahwa kita hanya
berdua, ketiganya adalah Tuhan,” kata Muhammad.
Orang-orang Quraisy makin yakin bahwa dalam gua
itu tak ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut
gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau
dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut kembali. Kedua orang
bersembunyi itu mendengar seruan mereka supaya kembali ke tempat semula.
Kepercayaan dan iman Abu Bakr bertambah besar kepada Allah dan kepada Rasul.
“Alhamdulillah, Allahuakbar!” kata Muhammad
kemudian.
Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon.
Inilah mujizat yang diceritakan oleh buku-buku sejarah hidup Nabi mengenai
masalah persembunyian dalam gua Thaur itu. Dan pokok mujizatnya ialah karena
segalanya itu tadinya tidak ada. Tetapi sesudah Nabi dan sahabatnya bersembunyi
dalam gua, maka cepat-cepatlah laba-laba menganyam sarangnya guna menutup orang
yang dalam gua itu dari penglihatan. Dua ekor burung dara datang pula lalu
bertelur di jalan masuk. Sebatang pohonpun tumbuh di tempat yang tadinya belum
ditumbuhi. Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan:
“Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang
diceritakan oleh sejarah Islam yang benar-benar: sarang laba-laba, hinggapnya
burung dara dan tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga keajaiban ini setiap hari
persamaannya selalu ada di muka bumi.”
Akan tetapi mujizat begini ini tidak disebutkan
dalam Sirat Ibn Hisyam ketika menyinggung cerita gua itu. Paling banyak oleh
ahli sejarah ini disebutkan sebagai berikut:
“Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung
Thaur sebuah gunung di bawah Mekah – lalu masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta
anaknya Abdullah supaya mendengar-dengarkan apa yang dikatakan orang tentang
mereka itu siang hari, lalu sorenya supaya kembali membawakan berita yang
terjadi hari itu. Sedang ‘Amir b. Fuhaira supaya menggembalakan kambingnya
siang hari dan diistirahatkan kembali bila sorenya ia kembali ke dalam gua.
Ketika itu, bila hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan yang cocok
buat mereka … Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari tiga malam.
Ketika ia menghilang Quraisy menyediakan seratus ekor unta bagi barangsiapa
yang dapat mengembalikannya kepada mereka. Sedang Abdullah b. Abi Bakr siangnya
berada di tengah-tengah Quraisy mendengarkan permufakatan mereka dan apa yang
mereka percakapkan tentang Rasulullah s.aw. dan Abu Bakr, sorenya ia kembali
dan menyampaikan berita itu kepada mereka.
‘Amir b. Fuhaira – pembantu Abu Bakr – waktu itu
menggembalakan ternaknya di tengah-tengah para gembala Mekah, sorenya kambing
Abu Bakr itu diistirahatkan, lalu mereka memerah susu dan menyiapkan daging.
Kalau paginya Abdullah b. Abi Bakr bertolak dari tempat itu ke Mekah, ‘Amir b.
Fuhaira mengikuti jejaknya dengan membawa kambing supaya jejak itu terhapus.
Sesudah berlalu tiga hari dan orangpun mulai tenang, aman mereka, orang yang
disewa datang membawa unta kedua orang itu serta untanya sendiri… dan
seterusnya.”
Demikian Ibn Hisyam menerangkan mengenai cerita
gua itu yang kami nukilkan sampai pada waktu Muhammad dan sahabatnya keluar
dari sana.
Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad
untuk dibunuh itu serta tentang cerita gua ini datang firman Tuhan demikian:
“Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu
berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh
kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula.
Allah adalah Perencana terbaik.” (Qur’an, 8: 30)
“Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah
juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir
(Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam
gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan bersedih hati, Tuhan
bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya
dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang
kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha
Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 9: 40)
Berangkat Ke Yathrib
Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk dua).
Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk dua).
Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai
untanya sendiri-sendiri dengan membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa limaribu
dirham dan itu adalah seluruh hartanya yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua
itu begitu ketat. Karena mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan
hati-hati sekali membuntuti, maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mereka
mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b. ‘Uraiqit – dari
Banu Du’il – sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah
selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah.
Oleh karena mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, di bawanya
mereka ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya,
mengambil jalan yang paling sedikit dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya
sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka
pedulikan kesulitan, tidak lagi mereka mengenal lelah. Ya, kesulitan mana yang
lebih mereka takuti daripada tindakan Quraisy yang akan merintangi mereka
mencapai tujuan yang hendak mereka capai demi jalan Allah dan kebenaran itu!
Memang, Muhammad sendiri tidak pernah mengalami kesangsian, bahwa Tuhan akan
menolongnya, tetapi “jangan kamu mencampakkan diri ke dalam bencana.” Allah
menolong hambaNya selama hamba menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka
telah melangkah dengan selamat selama dalam gua.
Cerita Suraqa B. Ju’syum
Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka, wajar sekali akan menarik hati orang yang hanya tertarik pada hasil materi meskipun akan diperoleh dengan jalan kejahatan. Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka. Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa membunuh orang yang tidak bersenjata dan menyerang pihak yang tak dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang hina. Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus membuka mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.
Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka, wajar sekali akan menarik hati orang yang hanya tertarik pada hasil materi meskipun akan diperoleh dengan jalan kejahatan. Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka. Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa membunuh orang yang tidak bersenjata dan menyerang pihak yang tak dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang hina. Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus membuka mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.
Dugaan kedua orang itu tidak meleset. Sudah ada
orang yang datang kepada Quraisy membawa kabar, bahwa ia melihat serombongan
kendaraan unta terdiri dari tiga orang lewat.
Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa
orang sahabatnya. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju’syum hadir.
“Ah, mereka itu Keluarga sianu,” katanya dengan
maksud mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus
ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama orang-orang itu. Tetapi kemudian
ia segera pulang ke rumahnya. Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya orang
membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia keluar nanti tidak
dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan dipacunya ke arah yang
disebutkan orang itu tadi.
Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah
mengaso di bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan
menghilangkan rasa lelah sambil makan-makan dan minum, dan sekadar
mengembalikan tenaga dan kekuatan baru.
Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan
Abu Bakr pun sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya mengingat bahwa
jaraknya dengan Suraqa sudah makin dekat. Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua
kali tersungkur karena terlampau dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu
melihat bahwa ia sudah hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu – lalu akan
membawa mereka kembali ke Mekah atau membunuh mereka bila mencoba membela diri
– ia lupa kudanya yang sudah dua kali tersungkur itu, karena saat kemenangan
rasanya sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras
sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan
jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu
suatu alamat buruk dan dia percaya bahwa sang dewa telah melarangnya mengejar
sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya besar apabila sampai
keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia berhenti dan hanya
memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau
bicara. Demi Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak akan
melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.”
Setelah kedua orang itu berhenti melihat
kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya
sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu
menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada
Suraqa.
Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia
kembali pulang. Sekarang, bila ada orang mau mengejar Muhajir Besar itu olehnya
dikaburkan, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.
Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi
melalui pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir sahara.
Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Dan sering pula
mereka tidak mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri mereka dari letupan
panas tengah hari tak ada tempat berlindung dari kekerasan alam yang ada di
sekitarnya, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau dari yang akan
menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang begitu
mendalam kepada Tuhan. Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran yang telah
diberikan Tuhan kepada RasulNya itu.
Selama tujuh hari terus-menerus mereka dalam
keadaan serupa itu. Mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan
lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya
ketenangan hati kepada Tuhan dan adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan
dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.
Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah
kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka,
barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Yakin sekali mereka
pertolongan Tuhan itu ada.
Muslimin Medinah Menantikan Kedatangan Rasul
Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah melihat Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja, kaum Muslimin yang gigih melakukan dakwah Islam dan sangat mencintai Rasulullah itu.
Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah melihat Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja, kaum Muslimin yang gigih melakukan dakwah Islam dan sangat mencintai Rasulullah itu.
Islam di Yathrib
Sa’id b. Zurara dan Mush’ab b. ‘Umair sedang duduk-duduk dalam salah sebuah kebun Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah menganut Islam juga berkumpul di sana. Berita ini kemudian sampai kepada Sa’d b. Mu’adh dan ‘Usaid b. Hudzair, yang pada waktu itu merupakan pemimpin-pemimpin golongannya masing-masing.
Sa’id b. Zurara dan Mush’ab b. ‘Umair sedang duduk-duduk dalam salah sebuah kebun Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah menganut Islam juga berkumpul di sana. Berita ini kemudian sampai kepada Sa’d b. Mu’adh dan ‘Usaid b. Hudzair, yang pada waktu itu merupakan pemimpin-pemimpin golongannya masing-masing.
“Temui dua orang itu,” kata Said kepada ‘Usaid,
“yang datang ke daerah kita ini dengan maksud supaya orang-orang yang hina-dina
di kalangan kita dapat merendahkan keluarga kita. Tegur mereka itu dan cegah.
Sebenarnya Said b. Zurara itu masih sepupuku dari pihak ibu, jadi saya tidak
dapat mendatanginya.”
‘Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi
Mush’ab menjawab:
“Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?”
katanya. “Kalau hal ini kau setujui dapatlah kauterima, tapi kalau tidak
kausukai maukah kau lepas tangan?”
“Adil kau,” kata ‘Usaid, seraya menancapkan
tombaknya di tanah. Ia duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan Mush’ab,
yang ternyata sekarang ia sudah menjadi seorang Muslim. Bila ia kembali kepada
Sa’d wajahnya sudah tidak lagi seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa’d
jadi marah. Dia sendiri lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi kenyataannya
ia seperti temannya juga.
Karena pengaruh kejadian itu Sa’d lalu pergi
menemui golongannya dan berkata kepada mereka:
“Hai Banu ‘Abd’l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui
tentang diriku di tengah-tengah kamu sekalian?”
“Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan pandangan dan pengalaman yang terpuji,” jawab mereka.
“Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan pandangan dan pengalaman yang terpuji,” jawab mereka.
“Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku
adalah suci selama kamu beriman kepada Allah dan RasulNya.”
Sejak itu seluruh suku ‘Abd’l-Asyhal, pria dan
wanita masuk Islam.
Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum
Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar
dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin dengan tidak ragu-ragu
mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama ‘Amr
bin’l-Jamuh mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang
dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan
oleh kaum bangsawan. ‘Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari
kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk
Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan
ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib biasa
dipakai tempat buang air.
Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada ‘Amr
mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu
diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam.
Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat ‘Amr
itu, dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa
kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu
seraya ia berkata: “Kalau kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang
bersama kau.”
Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi,
dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai
anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.
Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa
orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala
sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya
akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang
manusia, iapun masuk Islam.
Melihat Islam yang sudah mencapai martabat begitu
tinggi di Yathrib, akan mudah sekali orang menilai, betapa memuncaknya
kerinduan penduduk kota itu ingin menyambut kedatangan Muhammad, setelah mereka
mengetahui ia sudah hijrah dari Mekah. Setiap hari selesai sembahyang Subuh
mereka pergi ke luar kota menanti-nantikan kedatangannya sampai pada waktu
matahari terbenam dalam hari-hari musim panas bulan Juli.
Dalam pada itu ia sudah di Quba’ – dua farsakh
jauhnya dari Medinah. Empat hari ia tinggal di tempat itu, ditemani oleh Abu
Bakr. Selama masa empat hari itu mesjid Quba’ dibangunnya. Sementara itu datang
pula Ali b. Abi-Talib ke tempat itu setelah mengembalikan barang-barang amanat
– yang dititipkan kepada Muhammad – kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Setelah
itu ia sendiri meninggalkan Mekah, menempuh perjalanannya ke Yathrib dengan
berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang
sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk
menyusul saudara-saudaranya seagama.
Muhammad Memasuki Medinah
Sementara kaum Muslimin Yathrib pada suatu hari
sedang menanti-nantikan seperti biasa tiba-tiba datang seorang Yahudi yang
sudah mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu berteriak kepada mereka.
“Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu datang!”
Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad
berjum’at di Medinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut
Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat
serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini
belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan
risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.
Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri
supaya ia tinggal pada mereka dengan segala persediaan dan persiapan yang ada.
Tetapi ia meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke atas unta betinanya,
dipasangnya tali keluannya, lalu ia berangkat melalui jalan-jalan di Yathrib,
di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan
sepanjang jalan yang diliwatinya itu. Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi
maupun orang-orang pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam
kota mereka itu, menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang
telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling bermusuhan, saling
berperang. Tidak terlintas dalam pikiran mereka – pada saat ini, saat transisi
sejarah yang akan menentukan tujuannya yang baru itu – akan memberikan
kemegahan dan kebesaran bagi kota mereka, dan yang akan tetap hidup selama
sejarah ini berkembang.
Dibiarkannya unta itu berjalan. Sesampainya ke
sebuah tempat penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari
Banu’n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika itulah Rasul turun dari
untanya dan bertanya:
“Kepunyaan siapa tempat ini?” tanyanya.
“Kepunyaan Sahl dan Suhail b. ‘Amr,” jawab Ma’adh
b. ‘Afra’. Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal
tersebut dengan kedua anak itu supaya mereka puas. Dimintanya kepada Muhammad
supaya di tempat itu didirikan mesjid.
Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan
dimintanya pula supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.
Catatan kaki:
[1] Aus dan Khazraj (A).
[1] Aus dan Khazraj (A).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar